Cali Deli's Corner
menyambangi Cali Deli di jalan surabaya. Saking penasarannya sama
tempat ini, sebelumnya aku surfing dulu, and found out one review that
mentioned how cozy this place was. And, it is! Setelah menelusuri
sebaris toko antik, kami masuk dan menemukan taman tropis nan hijau
dan sejuk. Yeah!!! Alhamdulillah... Soalnya aku juga lagi cari-cari
inspirasi taman buat di rumah ciputat. And here is the picture of one
of its green corner. PS: i even had a lil nap there :p
Serial TV Favorit Terbaru
mom who has multiple personalities disorder. She can change into 3
other personalities. What makes it so interesting are the problems
that emerge around her and her family. And, gosh!, i love the husband
character. He's so lovable because he keeps showing great supports for
her and sole affection only for her, although her other alters were
trying to seduce him.
Tes Kirim Foto
Nama untuk Anakku
membaca artikel singkat dalam sebuah majalah. Aku jadi teringat
sahabatku yang saat ini menanti hari-hari kelahiran putra pertamanya.
Banyak persiapan yang ia persiapkan, termasuk nama. Walaupun sudah ada
ide di kepalanya, namun tetap saja mencari alternatif, siapa tahu bisa
lebih oke. Here's the story. "Ketika hamil, seperti ibu-ibu lain di dunia, saya tak hanya menjaga
kesehatan kandungan tapi juga mulai memikirkan nama untuk si jabang
bayi. Di awal kehamilan, saya 'sediakan' dua nama, untuk anak
laki-laki dan untuk anak perempuan. Diskusi dilakukan dengan siapa
saja, ayah si bayi, keluarga dekat, teman-teman kerja, bahkan dengan
orang yang ditemui saat di kursi antrian dokter. Ingin saya, nama anak
saya bahasa indonesia. Bukan bahasa yunani atau sansekerta atau
persia. Harus bahasa indonesia. Tak bisa ditawar. Syarat lain, orang
lain harus bisa melafalkan nama itu. Biasa kan, ibu modern... punya
cita-cita anak bisa bersekolah di luar negeri. Jangan sampai seperti
pakde teman saya. Namanya Roem. Di rumah dipanggil, Mas Roem karena
orang jawa tulen. Ketika tinggal di Amerika, Ibunya pun tetap
memanggil Mas Roem. Walhasil, tetangga di apartemen sebelah menuduh ia
bernama "mushroom". Gawat. Nama itu juga tidak boleh mengandung unsur agama apapun. Lagi-lagi
karena pengalaman seorang teman yang namanya sangat islami, hingga
harus buang waktu berjam-jam ketika melewati imigrasi Amerika. Duh. Menjelang hari melahirkan, ketika dokter sudah memastikan anak saya
laki-laki, saya pun makin mantap dengan nama pilihan. Iseng, saya
kirim email ke teman saya yang seorang Inggris tentang pilihan nama
ini. Balasannya singkat saya: how do i spell it? It has so many
'g's... Oops... Akhirnya saya harus merelakan 'unsur' bahasa asing
sebagai nama depan anak saya. Ketika Aria Gaung Gentajiwa lahir, bagi
saya sih...dia memang seperti nyanyian yang lahir dari seluruh gema
dalam batin saya. Sok puitis? Biarin. Tentang nama saya sendiri, kalai dipaksa-paksa sedikit, mungkin
orangtua mungkin mendoakan agar saya jadi anak berbudi. Saya pikir,
nama saya cukup unik karena selama masa sekolah banyak yang
mengidentifikasi saya sebagai 'Budi yang perempuan'. Tetapi suatu
ketika saya berkenalan dengan Budiana yang laki-lahi. Haduh.
Pernah saat libur, di bandar udara saya mencari petugas hotel yang
menjemput. Ketika saya temui nama belakang saya di sebuah papan,
segera saya hampiri petugasnya. Dengan ramah ia minta saya untuk
menunggu katanya masih ada tamu yang harus dijemput juga. Baiklah.
Tunggu punya tunggu.... Kenapa tamu itu tak datang-datang juga? Karena
sudah cukup malam, saya 'paksa' pak penjemput menghubungi hotel untuk
konfirmasi. Untung dia mau dan segera angkat telepon. Tak lama, ia
menghampiri saya. "Tamunya btal datang, ya?", tanya saya. "Hehehe maaf, bu, saya kira
harus menjemput Bu Indrastuti dan Pak Budiana. Ternyata orangnya sama
ya? Hehehe... maaf bu," katanya senyum-senyum menyebalkan. Astaga. Nama memng harus hati-hati dipilih, karena kalau tidak bisa jadi salah
sangka. Tak percaya? Ada teman saya yang karena keisengan masa kecil
akhirnya punya nickname 'disco'. Tidak ada maksud apa-apa, hanya
karena seru dan - di masa lalu- kesannya keren. Namun, menurut si
empunya nama, sekarang inii ia sering merasa bersalah pada ibunya.
Mengapa? "Banyak orang menyangka aku dilahirkan di diskotik, karena
namaku." Ha ha ha...
Commuting
bukan urusan yang mudah. Setidaknya itulah yang aku rasakan saat ini.
Yang pasti: cuapek. Dari rasa capek yang lebih dari normal itulah,
biasanya, mengarah kepada hal-hal lain, termasuk managing emotions and
health. Itu berarti sang penglaju (commuter) harus mempersiapkan
dengan baik agar rasa capek itu bisa diminimalisasi. Maybe, salah satu
caranya adalah dengan mengkonsumsi gizi yang cukup, sehingga tubuh
bisa siap menghadapi tantangan yang berat. Asupan gizi itu pun tidak
hanya yang bersifat fisik, tapi juga bersifat rohani agar emosi bisa
tetap seimbang. Well... Keep the commuting fun, coz it's part of live.
Enjoy!
Menikmati Jalan-jalan Sore
dan sakit kepala. Akupun memutuskan untuk tidak masuk kerja. FYI, aku tinggal di kawasan Ciputat. Karena suamiku merasa khawatir,
beliau mengusulkanku untuk ikut bersama beliau ke rumah ibuku di
kawasan Meruya, Jakbar. My heart felt a different thing. Then i ask my
husband's permission to stay at Ciputat. I want to know how is it
like to live there. I want to know the situation around there. He
agreed, although I know he was worried. I didn't take any medicine, following my friend's advice for those
newly wedds who's expecting to be pregnant. I felt better, but the
headache was still there. I had instant fried noodle for brunch coz
that was the only option. Then, i took a long nap for almost three
hours. But alas, the headache and the fever was worse. Oh, God! And
then I realized there was lack of food and it meant that I had to go
fetch some. I decided to take a pill then, bismillah, here I went. I went by foot. Although I know it's quite far, I enjoyed the journey.
I observed the neighborhood, and there was a lot of thing to watch nd
to understand. And... Here I am, in one of the biggest supermarket around, having
burger with my esia online :p
Favorite Menus at Sushi Naga
Naga. I like to go there because it's easily reachable. I don't need
to go to a hectic mall to eat sushis. Although i've tasted most of their menus, there are some that i
frequently order:
1. Celebrity crispy roll
2. Hot ocha
3. Chawan mushi
4. Miso soup
5. Aburi mentai roll
6. Orange float (my new favourite) I don't order all of them, i just mix n match them depends on the
weather, the mood, or most of the time, the budget :p
Once when my budget was low, i just ordered chawan mushi and miso soup
without ordering any drinks. It's because the soup already contains
much water. I felt like drinking hot salty drink after eating hot meal
:D
but if i go there with my husband, we'll go for the salmon head
oroshi. He likes the taste of salmon.
One of my dreams
Hari Pertama Masuk Sekolah Tahun Ajaran 2010/2011
12 Juli 2010 We'll see you there :)
Another Test
Lebih lega! Tapi, gmana dgn tarifnya??
Limitation
A Nice Surprise
Suamiku bangun lebih dulu dari aku pagi ini. Dia sholat & mandi, baru membangunkanku. Sementara Uda, panggilan untuk suamiku tersayang, menungguku untuk benar-benar terbangun, Uda memainkan hape Esia Online-ku dan mengomentari fitur di dalamnya. "Koneksi internetnya lama, ya", begitulah komentarnya pertama kali, "Aku harus tunggu sampe setengah jam untuk loading". Dan aku hanya tersenyum. Kemudian, Uda menemukan sesuatu yang menarik. Esia menambahkan game tradisional Indonesia, coklak. Nice!
My First Post, Sent from My Mobile Device
Seth's Blog: What's the point?
« The theory of the case | Blog Home | Betting on smarter (or betting on dumber) »
What's the point?
An idea turns into a meeting and then it turns into a project. People get brought along, there's free donuts, there's a whiteboard and even a conference call.
It feels like you're doing the work, but at some point, hopefully, someone asks, "what's the point of this?"
Is it worth doing?
Compared to everything else we could be investing (don't say 'spending') our time on, is this the scariest, most likely to pay off, most important or the best long-term endeavor?
Or are we just doing it because no one had the guts along the way to say STOP.
Are you doing work worth doing, or are you just doing your job?
Posted by Seth Godin on July 05, 2010 | Permalink
TrackBack
TrackBack URL for this entry:
http://www.typepad.com/services/trackback/6a00d83451b31569e201347fdf1328970cListed below are links to weblogs that reference What's the point?:
« The theory of the case | Blog Home | Betting on smarter (or betting on dumber) »